
Disusun Oleh: Sabeumnim Muhammad Ramadhanur Halim, S.H.I.,
(Pelatih utama UKM Taekwondo UIN Ar-Raniry, Koordinator Wasit TI Kabupaten Aceh Besar, dan Anggota Bid. Perwasitan Pengprov TI Aceh)
Dalam dunia taekwondo, “gamjeom” bukan sekadar penalti teknis. Ia adalah refleksi dari nilai-nilai sportivitas, disiplin, dan integritas yang menjadi fondasi seni bela diri asal Korea ini. Gamjeom, atau pelanggaran yang dikenai dengan penambahan 1 (satu) poin untuk lawan tanding, memiliki fungsi ganda: menegakkan aturan dan menjaga semangat “fair play”. Dalam kompetisi resmi, setiap hand signal yang menunjukkan pelanggaran bukan hanya instruksi teknis, tetapi juga pesan moral kepada atlet, pelatih dan penonton.
Salah satu pelanggaran yang paling umum adalah jatuh. Dalam regulasi World Taekwondo (WT), ini disebut sebagai “falling down” dan dikenai gamjeom jika tidak disebabkan oleh pelanggaran dari lawan tanding. Jatuh yang disengaja atau karena ketidakseimbangan menunjukkan kurangnya kontrol tubuh, yang bertentangan dengan prinsip dasar taekwondo: penguasaan diri/pengendalian diri (“guk-ji”).
Menyerang setelah aba-aba kalyo (pause) merupakan pelanggaran serius. Dalam WT, ini dikategorikan sebagai “attacking after kalyo”. Aba-aba kalyo menandai jeda pertandingan, dan serangan setelahnya dianggap melanggar etika kompetisi. Pelanggaran ini tidak hanya berisiko cedera, tetapi juga mencederai kepercayaan antara atlet dan wasit.
Menendang lawan yang sudah jatuh termasuk dalam pelanggaran “attacking a fallen opponent”. Ini adalah bentuk agresi yang tidak dibenarkan dalam taekwondo. Ketika lawan berada dalam posisi tidak berdaya, lalu menyerang hal ini menunjukkan niat yang tidak sportif dan dapat menyebabkan cedera serius.
Keluar dari area pertandingan” stepping out of the boundary line”. Ini menunjukkan kurangnya kontrol ruang dan strategi. Dalam kompetisi, area tanding adalah batas kehormatan. Keluar dari sana tanpa sebab yang sah menunjukkan ketidaksiapan secara mental dan fisik.
Menarik atau mendorong lawan secara ilegal termasuk dalam “grabbing or pushing”. Taekwondo bukan gulat. Gerakan menarik atau mendorong yang tidak sesuai teknik dapat mengganggu ritme pertandingan dan mengarah pada tindakan tidak sportif. Wasit akan segera memberi gamjeom untuk menjaga kelancaran pertandingan.
Mengangkat kaki di udara lebih dari tiga detik tanpa melakukan serangan disebut “lifting the leg without kicking for more than 3 seconds”. Ini dianggap sebagai bentuk penghindaran atau taktik pasif. Dalam taekwondo, gerakan harus memiliki tujuan: menyerang atau bertahan. Mengangkat kaki tanpa aksi adalah manipulasi waktu yang tidak etis.
Menyerang dengan lutut termasuk dalam pelanggaran “attacking with the knee”. Lutut bukan bagian yang sah untuk menyerang dalam pertandingan taekwondo. Penggunaan lutut bisa berbahaya dan tidak sesuai dengan teknik standar. Gamjeom diberikan untuk mencegah cedera dan menjaga teknik tetap natural sesuai etika pertandingan yang banyak menggunakan teknik pada kaki.
Pelanggaran etika, atau “missconduct”, mencakup berbagai tindakan: berbicara kasar, tidak menghormati wasit, atau meremehkan lawan dan juga coach (pelatih) yang melanggar etik serta tidak memiliki sopan santun di arena pertandingan. Karena ini adalah pelanggaran yang paling mencerminkan karakter. Taekwondo menekankan hormat (“ye-ui”) sebagai nilai utama. Pelanggaran ini bisa berujung pada diskualifikasi.
Menendang bagian bawah tubuh lawan, seperti paha atau lutut, termasuk dalam “kicking below the waist”. Area sah untuk serangan adalah pada body/badan dan kepala. Menendang bagian bawah dianggap berbahaya dan tidak sesuai dengan teknik taekwondo. Gamjeom diberikan untuk menjaga keselamatan atlet.
Tidak melakukan serangan dalam waktu tertentu disebut “passivity”. Dalam WT, jika seorang atlet tidak menunjukkan niat menyerang, ia dianggap pasif. Taekwondo adalah olahraga dinamis. Ketidakaktifan merusak semangat kompetisi dan bisa menjadi strategi menghindar yang tidak sportif.
Memukul wajah atau kepala lawan dengan tangan termasuk dalam “punching to the face”. Dalam pertandingan taekwondo, serangan tangan ke wajah tidak diperbolehkan. Serangan ini berisiko tinggi dan tidak sesuai dengan teknik dalam bertanding. Gamjeom diberikan untuk menjaga keselamatan dan teknik yang benar.
Setiap pelanggaran gamjeom memiliki konsekuensi langsung: penambahan 1 (satu) poin untuk lawan tanding. Namun, dampaknya lebih dari sekadar angka. Ia memengaruhi ritme pertandingan, psikologi atlet, dan persepsi penonton. Gamjeom adalah pengingat bahwa kemenangan bukan segalanya, tetapi cara mencapainya jauh lebih penting.
Dalam konteks pelatihan, pemahaman tentang gamjeom harus ditanamkan sejak awal. Pelatih memiliki peran strategis dalam membentuk karakter atlet. Mereka bukan hanya pengajar teknik, tetapi juga penjaga nilai-nilai sportivitas. Mengabaikan pelanggaran kecil bisa berujung pada kebiasaan buruk yang merusak reputasi.
Wasit sebagai penegak aturan memiliki tanggung jawab besar. Mereka harus objektif, tegas, dan adil. Hand signal yang mereka berikan bukan hanya instruksi, tetapi juga edukasi publik. Transparansi dalam pemberian gamjeom memperkuat kepercayaan terhadap sistem kompetisi.
Dalam pertandingan elite, gamjeom bisa menjadi penentu kemenangan. Satu pelanggaran bisa mengubah hasil akhir. Oleh karena itu, atlet harus memiliki kesadaran tinggi terhadap setiap gerakan. Kontrol emosi, strategi, dan teknik harus berjalan seiring.
Namun, gamjeom juga bisa menjadi alat refleksi. Ketika seorang atlet menerima penalti, itu adalah momen untuk introspeksi. Apa yang salah? Bagaimana memperbaikinya? Dalam taekwondo, setiap kesalahan adalah peluang untuk tumbuh.
Di tengah semangat kompetisi, gamjeom menjaga agar taekwondo tetap menjadi seni bela diri yang bermartabat. Ia bukan sekadar olahraga, tetapi sebuah keniscayaan “jalan hidup” yang menekankan disiplin, hormat, dan keberanian. Pelanggaran bukan akhir, tetapi awal dari pembelajaran.
Dalam konteks Indonesia, pemahaman terhadap gamjeom harus diperluas ke tingkat akar rumput. Klub-klub/dojang lokal, sekolah, dan komunitas taekwondo perlu mengedukasi atlet muda tentang pentingnya etika dan aturan. Ini bukan hanya soal teknik, tetapi juga pembentukan karakter bangsa. Sesuai dengan janji Taekwondo Indonesia
Pinalti gamjeom adalah cermin. Ia menunjukkan siapa kita saat bertanding: apakah kita hanya mengejar kemenangan, atau menjunjung nilai-nilai luhur taekwondo. Dalam setiap hand signal, ada pesan: “hormatilah lawanmu, kendalikan dirimu, dan menangkan dengan martabat penuh kehormatan”.
